Resensi Novel "Sekali Peristiwa di Banten Selatan" Karya Pramoedya Ananta Toer




Judul               : Sekali Peristiwa Banten Selatan
Pengarang       : Pamoedya Ananta Toer
Penerbit           : Lentera Dipantara
Tahun terbit     : 2004
Tebal               : 128 halaman

Novel ini bercerita tentang perjuangan rakyat di wilayah Banten Selatan pada akhir tahun 1957. Cerita ini merupakan hasil dari kunjungan dari sang penulis yaitu Pramoedya Ananta Toer. Pram merupakan sastrawan Indonesia yang lahir pada tanggal 6 februari 1925, Blora, Jawa Tengah. Banyak karyanya yang fenomenal sehingga ia dikenal sebagai sastrawan yang produktif. Salah satu karya Pram yang akan saya bahas adalah Sekali Peristiwa di Banten Selatan.

Novel ini berbicara tentang perjuangan kaum tertindas di Banten dan di Indonesia secara umum. Melalui Ranta, Pram menceritakan kisah kaum kecil dengan segala keterbatasannya dan ketertindasan yang dilakukan oleh tuan tanah dan pembesar.
Cerita ini dibuka oleh tokoh Ranta yang dipaksa oleh Juragan Musa untuk mencuri bibit karet di perkebunan. Juragan Musa adalah seorang tuan tanah dan pengawas perkebunan karet swasta di daerah tersebut. Dengan posisi Juragan Musa yang demikian, sulit bagi Ranta menolaknya. Apalagi Ranta hanya seorang buruh tani miskin. Juragan Musa bukan hanya menolak membayarkan upah Ranta, ia bahkan memukuli Ranta hingga babak belur dan mengancam akan melaporkannya ke polisi atas pencurian bibit karet. Rupanya, hal demikian tak saja dialami oleh Ranta sendiri. Banyak dari buruh tani lainnya yang mengalami hal serupa. Hal inilah yang membangkitkan kesadaran untuk memulai perlawanan.

Atas laporan Ranta kepada Komandan Organisasi Keamanan Desa (OKD), Juragan Musa beserta Lurah ditangkap karena diketahui sebagai pimpinan DI. Gerombolan pemberontak DI pun sementara dapat dilumpuhkan. Ranta sendiri diangkat sebagai Lurah sementara oleh Komandan OKD. Cerita belum berakhir sampai di situ. Pemberontak DI di Banten Selatan dapat dikalahkan berkat kerja sama antara militer OKD dengan masyarakat. Pun lewat kerja gotong royong mereka dapat membangun kembali desa. Bahkan mereka juga membangun bendungan dan gedung sekolah. Di akhir cerita, Pram menggambarkan suasana dialogis antara masyarakat dengan pemerintahan desa dan militer. Esensi sama rasa sama rata tergambar ketika mereka berdiskusi tentang pembukaan lahan untuk ladang. Setiap orang memiliki hak bicara dan hak suara. Keputusan pun diambil secara mufakat dengan semangat bekerja sama-sama.

Sekilas, novel ini nampak seperti naskah panggung. Percakapannya ditulis tanpa tanda kutip, banyak tokoh yang tidak disebutkan namanya (hanya disebut jabatannya seperti Pak Lurah, Komandan, dan Nyonya serta untuk orang yang tidak memiliki jabatan disebut orang yang pertama dan orang yang kedua), dan latar tempat yang tidak digambarkan seperti novel kebanyakan.Buku ini terlampau sederhana dari sisi cerita, karakter-karakter dalam cerita ini pun minim eksplorasi. Namun tetap kita bisa menangkap kesan yang kuat dalam penggambaran masing-masing tokoh.

Yang menarik dari penceritaan Pram dalam buku ini adalah alur yang lurus seolah sehingga kita dibawa secara langsung pada inti cerita mengenai penindasan manusia oleh manusia lainnya, exploitation de l’homme par l’homme. Dari buku ini kita bisa lihat dengan jelas pola masyarakat masa itu seperti apa, buku ini diilhami kisah tahun 1957, kita dapat membayangkan dan merasakan, mungkin tidak mendalam tapi secara kasar kita bisa menilai. Kisah kemiskinan dalam “Sekali Peristiwa di Banten Selatan” dibalut dengan pemberontakan yang dilakukan oleh darul Islam yang pada masa 1950an sedang terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Namun semua berubah ketika Ranta sadar bahwa dirinya tidak bisa terus menerus tunduk terhadap ketidakadilan. Ia melawan Juragan Musa dengan berkolaborasi bersama tentara wilayah setempat.

http://uny.ac.id
http://library.uny.ac.id
http://journal.uny.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Cerpen "Sesaat Sebelum Berangkat" Karya Puthut E.A.

Resensi Cerpen "Penumpang Kelas Tiga" Karya A.A. Navis

Resensi Puisi "Kerendahan Hati" Karya Taufik Ismail