Resensi Puisi "Celana 1" Karya Joko Pinurbo


Celana 1

Ingin ia membeli celana baru
Buat pergi  ke pesta
Supaya tampak lebih tampan
Dan menarik

Ia telah mencoba seratus model celana
Di berbagai toko busana
Namun tak menemukan satu pun
Yang cocok untuknya.

Bahkan di depan pramuniaga
Yang merubung dan membujuk-bujuknya
Ia malah mencopot celananya sendiri
Dan mencapakannya

“kalian tidak tahu ya
Aku sedang mencar celana
Yang paling pas dan pantas
Buat nampang di kuburan.”

Lalu ia ngacir
Tanpa celana
Dan berkelana
Mencari kubut ibunya
Hanya untuk menanyakan:
“ibu, kau simpan di mana celana lucu
Yang kupakai waktu bayi dulu?”

(1996)

            Celana 1 merupakan salah satu puisi karangan Joko Pinurbo. Ia adalah seorang penyair terkemuka di indonesia dengan karyanya yang memiliki warna tersendiri.
            Di puisi Celana 1, Joko Pinurbo menggunakan kata  sehari-hari sehingga maknanya mudah dipahami oleh pembaca. Sekilas yang kita tangkap dalam puisi tersebut adalah ia sedang mencari celan yang cocok untuk digunakannya pergi ke pesta, namun setelah mencoba celana di berbagai toko, tidak ada yang memuaskan hatinya. Ia mengatakan baahwa celananya akan ia pakai untuk nampang di kuburan, akhirnya ia tak jadi membeli celana apapun dan memilih pergi ke makam ibunya untuk bertanya di manakah celana yang ia pakai sewaktu masih bayi.
            Namun, makna sebenarnya bukanlah demikian. Di puisi ini penulis menyimbolkan celana sebagai jati diri dan kesucian. Saat ia mencari celana untuk pergi ke pesta, ia sedang mencri jati dirinya yang penuh foya-foya. Lalu ia mencari jati dirinya yang sesungguhnya. Pramuniaga di dalam puisi ini disimbolkan sebagai godaan atau hawa nafsu, namun ia campakkan karena ingin meninggalkan dunia yang gemerlap dan ingin kembali ke dirinya yang suci.
            Saat ia berkata akan nampang di kuburan, diartikaan sebagai ia akan meninggal. Akhinya ia pergi ke kuburan ibunya untuk menanyakan celana lucu yang dipakainya sewaktu bayi dulu. Celana lucu itu disimbolkan sebagai dirinya yang masih suci dan belum tergoda oleh segala godaan dunia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Cerpen "Sesaat Sebelum Berangkat" Karya Puthut E.A.

Resensi Cerpen "Penumpang Kelas Tiga" Karya A.A. Navis

Resensi Puisi "Kerendahan Hati" Karya Taufik Ismail