Resensi Novel "Bukan Pasar Malam" Karya Pramoedya Ananta Toer
Judul : Bukan Pasar Malam
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dirpantara
Tahun terbit : 2018
Tebal : 106 halaman
Novel Bukan Pasar Malam menceritakan seorang pemuda
revolusi yang tinggal jauh dengan keluarganya. Ceita ini tidak memggunakan nama
sebagai identitas tokoh. Tokoh utama dalam novel ini diperankan oleh Aku. Suatu
hari Aku putuskan untuk pulang karena ayahnya sakit keras. Setelah mendapatkan
pinjaman uang, Aku dan istrinya pergi ke Blora, tempat keluarganya berada.
Sesampainya di rumah, ia prihatin meliat adik
perempuannya yang dulu sehat kini terbaring lemah. Rumah mereka pun tampak tak
terawat. Lalu tokoh Aku berkunjung ke rumah sakit untuk menjenguk ayahnya.
Hatinya hancur melihat kondisi sang ayah yang sudah tidak berdaya. Kemudian diturutinya
saran untuk membawa ayahnya ke dukun. Bukannya sembuh, kondisi ayahnya semakin
parah. Istri Si Aku mengajaknya untuk pulang ke Jakarta, namun Aku tidak mau
meninggalkan ayahnya. Pada akhirnya sang ayah harus menghembuskan nafas
terakhirnya di rumah sakit. Ketika para tamu datang melayat mereka
berbincang-bincang tentang kematian. Mengapa manusia harus lahir dan mati
seorang diri. Mengapa manusia tidak lahir ramai-ramai dan mati ramai-ramai. Hidup
ini bukan pasar mlam, orang berduyun-duyun datang dan berduyun-duyung pergi.
Di dalam cerita ini digambarkan bahwa walaupun Aku adalah
sorang pejuang, namun ia telah membuat keluarganya menderita. Ia telah mengorbankan
keluarganya demi kepentingan bangsanya. Keadaan ayah dalam novel ini
menggambarkan bahwa manusia itu lahir sendiri, hidup sendiri, sakit sendiri,
dan mati sendiri. Novel ini cukup baku dan butuh ketenangan untuk memahaminya.
Komentar
Posting Komentar