Resensi Novel "Ronggeng Dukuh Paruk" Karya Ahmad Tohari





Judul                           : Ronggeng Dukuh Paruk
Pengarang                   : Ahmad Tohari
Penerbit                       : PT Gramedia
Tahun terbit                 : 2003
Tebal                           : 408 Halaman

Novel Ronggeng Dukuh Paruk ditulis oleh pengarang asal daerah Banyumas bernama Ahmad Tohari. Ronggeng Dukuh Paruk merupakan novel ketiga Ahmad Tohari, novel sebelumnya adalah Lintang Kemukus Dini Hari dan Jantera Bianglala. Ketiga novel tersebut merupakan satu trilogi. Ronggeng Dukuh Paruk sudah diterbitkan dari berbagai bahasa dan diangkat ke film layar lebar dengan judul Sang Penari.

Novel ini mengambil seting 1965-an disebuah pedesaan yang masih sangat kental dengan adat dan tradisinya Tempat itu bernama Dukuh Paruk. Novel ini menceritakan  tentang seorang gadis kecil yang bernama Srintil. Srintil merupakan anak dukuh paruk yang kemasukan roh indang ronggeng. Dukuh paruk memang terkenal dengan ronggengnya namun, sudah lama tidak ada seorang ronggeng yang menghidupkan Desa Dukuh Paruk. Dengan masuknya roh indang ronggeng kedalam diri srintil desa dukuh paruk akan kembali hidup. Lalu diselenggarakanlah sejumlah upacara adat untuk menobatkan srintil menjadi ronggeng. Salah satunya yaitu bukak klambu. Dimalam bukak klambu srintil harus bercinta dengan laki-laki yang membayarnya paling tinggi. Sahabat srintil yang bernama Rasus tidak terima srintil harus melakukan bukak klambu. Akhirnya rasuslah yang mengambil keprawanan srintil. Itu pun juga berdasarkan kemauan srintil.

Setelah dinobatkan menjadi ronggeng, srintil sering bertayub dengan laki-laki di dukuh paruk dan diluar dukuh paruk. Karena merasa marah, rasus pergi meninggalkan dukuh paruk. Rasus tidak rela melihat srintil bertayub dengan banyak laki-laki. Di kepergiannya rasus dibawa ke sebuah markas untuk membantu para tentara setelah beberapa lama ia pun diangkat menjadi seorang tentara. Suatu ketika sebuah malapetaka melanda dukuh paruk banyak warga yang ditangkap polisi termasuk para pelaku ronggeng dan srintil. Setelah keluar dari penjara srintil memutuskan berhenti menjadi ronggeng. Namun, berbagai kesengsaraan dialami srintil. Sejak saat itu  srintil menjadi gila, rasus yang baru pulang dari tugasnya diluar jawa mendapatkan srintil yang sudah tidak waras. Namun, ia tetap merawat srintil dengan membawanya ke rumah sakit tentara

Didalam novel ini  terdapat unsur sosial budaya yang sangat kental tentang adat dan tradisi dilingkungan Dukuh Paruk. Pola pikir masyarakatnya dipengaruhi oleh keadaan ekonomi serta tingkat pendidian. Masyarakat dukuh paruk juga masih mempercayai hal-hal ghaib seperti menganggap Ki Gede Secamenggala sebagai moyang dukuh tersebut. Ahmad Tohari menggambarkan lingkungan dukuh paruk dengan rinci sehingga pembaca bisa merasakan suasana desa yang masih asri. Dengan membaca novel ini kita bisa memahami budaya-budaya diluar lingkungan kita.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Cerpen "Sesaat Sebelum Berangkat" Karya Puthut E.A.

Resensi Cerpen "Penumpang Kelas Tiga" Karya A.A. Navis

Resensi Puisi "Kerendahan Hati" Karya Taufik Ismail